Suatu hari terjadi kegemparan di kota.
Tampak di kejauhan tampak awan debu raksasa bergulung-gulung di utara
kota. Ternyata awan berasal dari langkah kaki ribuan prajuri dan
ratusan pasukan berkuda. Musuh telah datang menyerang!
Oh tidak! Seru semua penduduk. Apa yang
harus kita lakukan? Mereka kebingungan. Dewan kota lalu mengadakan
rapat darurat untuk menghadapi ancaman ini. Para pemuka penduduk
duduk bersama di balai kota untuk memecahkan masalah yang genting
ini. Musuh sudah hampir sampai di gerbang kota dan bergerak
melingkari kota. Kota akan segera dikepung musuh!
Dalam suasana panik ini, walikota
meminta saran kepada semua yang hadir. Jenderal pemimpin militer
mengusulkan untuk memperkuat pertahanan kota, membuat benteng lebih
kuat lagi dari sebelumnya. Usulnya segera disetujui oleh seorang
lelaki tinggi besar yang tambun.
“Setuju tuan jenderal! Kita harus
memperkuat benteng kota ini dengan mendirikan tambahan benteng dari
batu bata yang kokoh sehingga musuh tidak bisa menembus masuk ke
dalam kota dengan membobolnya. Kita semua harus setuju dengan usulan
ini. Dewan kota segera siapkan dananya dan saya akan segera siapkan
batu batanya!!!” teriaknya dengan penuh semangat. Wajahnya yang
bulat merah padam seperti warna batu bata.
“Saya juga setuju dengan tuan
jenderal! Tapi saya tidak setuju dengan usul si pembuat batu bata
itu!” tunjuk lelaki kedua kepada lelaki pertama. Lelaki ini tinggi
kurus berkulit putih kecoklatan seperti warna batang kayu pinus.
“Jauh lebih cepat untuk memperkuat benteng dengan pasak-pasak kayu
yang besar! Akan memakan waktu berbulan-bulan untuk membuat dinding
dari batu bata! Lebih baik dewan kota mempersiapkan dana untuk
kayu-kayu pasak yang kokoh, dan saya akan segera siapkan pasak-pasak
kayu raksasanya!” teriaknya lebih semangat.
Tapi orang ketiga berkata jauh lebih
keras dari semuanya, “Kalian semua jangan tertipu oleh si pembuat
batu bata dan si tukang kayu itu! Kita semua sudah tahu bahwa
pertahanan terbaik adalah dengan membentangkan kulit yang kuat dan
liat di tameng-tameng para prajurit kita sehingga senjata musuh tidak
akan bisa menembusnya. Dewan kota harus secepatnya menyiapkan dana
untuk membuat tameng itu, dan saya akan segera siapkan kulitnya!!”
Sang jenderal hanya bisa
menggeleng-geleng kepala melihat kelakuan tiga pengusaha ini. Ia
menggumam, “Hrmph! Bisa-bisanya tiga pengusaha ini masih memikirkan
keuntungan di keadaan genting seperti ini!”
Terjemah bebas dari The Three
Tradesmen, www.aesopfables.com
Pesan : yah, kadang-kadang orang
bersifat egois hanya memikirkan keuntungannya sendiri saja. Sifat
yang buruk, bukan?