Halaman

Tiga Pengusaha

Di sebuah negeri ada suatu kota yang amat makmur. Bangunan-bangunan tinggi menghiasi langit kota. Pasarnya selalu ramai setiap hari. Dari pagi hingga malam hari tak pernah sepi dari pedagang dan penjual. Rakyatnya hidup berkecukupan.
Suatu hari terjadi kegemparan di kota. Tampak di kejauhan tampak awan debu raksasa bergulung-gulung di utara kota. Ternyata awan berasal dari langkah kaki ribuan prajuri dan ratusan pasukan berkuda. Musuh telah datang menyerang!
Oh tidak! Seru semua penduduk. Apa yang harus kita lakukan? Mereka kebingungan. Dewan kota lalu mengadakan rapat darurat untuk menghadapi ancaman ini. Para pemuka penduduk duduk bersama di balai kota untuk memecahkan masalah yang genting ini. Musuh sudah hampir sampai di gerbang kota dan bergerak melingkari kota. Kota akan segera dikepung musuh!


Dalam suasana panik ini, walikota meminta saran kepada semua yang hadir. Jenderal pemimpin militer mengusulkan untuk memperkuat pertahanan kota, membuat benteng lebih kuat lagi dari sebelumnya. Usulnya segera disetujui oleh seorang lelaki tinggi besar yang tambun.
“Setuju tuan jenderal! Kita harus memperkuat benteng kota ini dengan mendirikan tambahan benteng dari batu bata yang kokoh sehingga musuh tidak bisa menembus masuk ke dalam kota dengan membobolnya. Kita semua harus setuju dengan usulan ini. Dewan kota segera siapkan dananya dan saya akan segera siapkan batu batanya!!!” teriaknya dengan penuh semangat. Wajahnya yang bulat merah padam seperti warna batu bata.
“Saya juga setuju dengan tuan jenderal! Tapi saya tidak setuju dengan usul si pembuat batu bata itu!” tunjuk lelaki kedua kepada lelaki pertama. Lelaki ini tinggi kurus berkulit putih kecoklatan seperti warna batang kayu pinus. “Jauh lebih cepat untuk memperkuat benteng dengan pasak-pasak kayu yang besar! Akan memakan waktu berbulan-bulan untuk membuat dinding dari batu bata! Lebih baik dewan kota mempersiapkan dana untuk kayu-kayu pasak yang kokoh, dan saya akan segera siapkan pasak-pasak kayu raksasanya!” teriaknya lebih semangat.
Tapi orang ketiga berkata jauh lebih keras dari semuanya, “Kalian semua jangan tertipu oleh si pembuat batu bata dan si tukang kayu itu! Kita semua sudah tahu bahwa pertahanan terbaik adalah dengan membentangkan kulit yang kuat dan liat di tameng-tameng para prajurit kita sehingga senjata musuh tidak akan bisa menembusnya. Dewan kota harus secepatnya menyiapkan dana untuk membuat tameng itu, dan saya akan segera siapkan kulitnya!!”
Sang jenderal hanya bisa menggeleng-geleng kepala melihat kelakuan tiga pengusaha ini. Ia menggumam, “Hrmph! Bisa-bisanya tiga pengusaha ini masih memikirkan keuntungan di keadaan genting seperti ini!”

Terjemah bebas dari The Three Tradesmen, www.aesopfables.com

Pesan : yah, kadang-kadang orang bersifat egois hanya memikirkan keuntungannya sendiri saja. Sifat yang buruk, bukan?