Halaman

Penebang Kayu dan Ular

Seluruh dunia berwarna putih. Apa sebabnya? Turun hujan salju yang lebat sepanjang musim dingin. Begitupun di desa Pak Penebang Kayu. Salju turun dengan lebat, berlapis-lapis seperti tirai putih bersih yang turun dari langit. Semua atap rumah, lumbung, kandang berselimut salju. Pagar, ladang, tanaman, pepohonan, batu, tanah, tak ada yang luput. Semua berwarna putih. Cucuran air dari atap membeku. Air di dalam tong membeku. Selokan membeku. Bahkan sungai membeku keras seperti es batu. Udara amat dingin menggigit.
Pak Penebang Kayu seorang yang rajin. Walaupun dinginnya minta ampun, ia tetap pergi ke hutan memotong pohon untuk kayu bakar. Ia mengenakan mantel yang tebal. Topi bulu menutupi kedua daun telinganya. Sepatu bulu membungkus kedua kakinya. Ia memanggul kapak dan melangkah keluar pintu. Kaki-kakinya berat melangkah menembus salju setinggi lutut. Uap mengepul-ngepul menghembus keluar dari cuping hidungnya.
Setelah lama bekerja di hutan, Pak Penebang Kayu melangkah pulang. Di tepi hutan ia melihat di kejauhan sesuatu yang panjang berwarna hitam melintang di tengah jalan setapak. Ia merasa penasaran dengan benda itu, lalu mendekatinya dengan penuh rasa ingin tahu. Ternyata benda hitam dan panjang itu adalah seekor ular yang kaku membeku. Pak Penebang Kayu seorang yang baik hati, ia lalu memungut ular itu dan memasukkannya dalam kantung yang ia bawa.

Setiba di rumah, ia duduk di kursi dekat perapian. Ia mengeluarkan kantungnya dan meletakkan ular beku itu di dekat api. Anak-anaknya berkerubung mengelilinginya. Perlahan ular itu menggoyangkan ekornya, lalu menggerakkan badannya menggeliat perlahan. Anak-anak bergembira melihat ular itu bisa bergerak kembali. Anak laki-laki kecil yang paling berani mengulurkan tangannya dan membelai tubuh ular itu.
Tapi apa yang terjadi? Ular itu menyeringai, membuka mulutnya menunjukkan dua taring tajam. Ia mendesis, meliukkan kepalanya hendak memagut tangan si kecil. Pak Penebang Kayu yang waspada melompat dari duduknya, meraih kapak dan memukul kepala ular itu hingga pingsan.
Pak Penebang Kayu membawa ular itu ke halaman. Ia melemparkannya jauh ke seberang jalan. Udara masih dingin membeku dan salju masih tetap turun. "Ah!" kata Pak Penebang kayu dengan sedih, "dasar binatang yang tak tahu berterimakasih!"     

Terjemah bebas dari The Woodman and the Serpent, www.aesopfables.com 

Pesan dari cerita ini : suatu ketika mungkin kita melakukan perbuatan baik kepada seseorang, tetapi orang itu tidak berterimakasih atau malah kita dibalas dengan perbuatan buruk. Tapi janganlah berhenti berbuat baik, karena perbuatan baik besar atau kecil, cepat atau lambat pasti akan mendapat ganjarannya.