Halaman

Pedagang Patung

Dahulu kala di sebuah kota di negeri yang jauh, hiduplah seorang Tukang Kayu. Ia mahir membuat berbagai perkakas dari kayu, tetapi barang-barang buatannya belum ada yang membuatnya makmur. Sekarang ia sedang menekuni pekerjaan barunya, ia mulai membuat patung dari kayu.
Nah, tahukah kamu bahwa ketika itu masih ada orang yang memuja patung dewa-dewi? Si Tukang Kayu itu bermaksud membuat patung seperti itu untuk ia jual. Ia pergi ke hutan mencari kayu, lalu ia bawa pulang untuk dipahat. Ia memahat dengan tekun dan akhirnya ia berhasil membuat sebuah patung kayu yang cukup indah.


Keesokan harinya ia membawa patung itu ke pasar. Pasar itu sangat ramai. Para pedagang menggelar dagangannya di pinggir jalan. Para pedagang menghamparkan tikar dan permadani berwarna-warni menjadi alas untuk dagangan mereka. Beberapa membawa meja kayu dan memasang terpal di atasnya. Kemanapun mata memandang, pasar itu penuh sesak dengan orang yang lalu lalang dan barang-barang yang bertumpuk-tumpuk. Penjual berteriak-teriak menawarkan dagangannya. Pembeli berteriak-teriak menawar harganya. Nah, di salah satu sudut pasar itulah Si Tukang Kayu itu memajang patungnya.
Ia sudah duduk dari pagi. Ratusan orang sudah lalu-lalang di depannya. Beranjak tengah hari ia mulai gelisah. Tidak ada satupun orang yang melirik ke arahnya. Pasar telah mulai sepi, dan sekarang ia benar-benar telah berputus asa. Ia pulang ke rumahnya dengan tangan hampa.
Tapi ia tidak menyerah. Esok harinya ia pergi pagi-pagi sekali, lalu mencari tempat kosong di tengah pasar. Ia memajang patungnya sebaik mungkin, lalu ia berdiri di sampingnya. Pasar kembali ramai, penjual sudah memajang barang dagangan, pembeli mengalir berdatangan. Pasar penuh sesak, penjual dan pembeli berjubel di dalamnya. "Sekarang kesempatanku!" pikir Si Tukang Kayu, ia lalu berdiri dengan bersemangat dan berseru-seru.
"Saudara-saudari sekalian! Saudara-saudara yang tampan dan rupawan. Saudari-saudari yang cantik menarik. Lihatlah patung yang demikian indah ini. Akan membuat rumah anda menjadi semakin indah!"
Orang-orang mulai berkumpul di depan patungnya. Mereka mengamati dan menaksir, tapi tak ada satupun dari mereka yang menawar harganya.
"Bapak-bapak yang budiman, ibu-ibu yang dermawan, lihatlah patung yang demikian indah. Cocok untuk dipajang di ruang tamu. Para tamu akan terpukau melihatnya!"
Semakin banyak orang yang berkumpul. Mereka mengamati dan menaksir, tetapi tetap tidak ada satupun yang menawar. Si Tukang Kayu semakin bersemangat.
"Semua orang yang hadir! Milikilah satu-satunya kesempatan untuk mendapatkan patung berharga ini. Patung yang hanya ada satu-satunya di dunia. Patung yang akan memberikan kemakmuran. Patung yang akan mendatangkan tumpukan harta bagi pemiliknya. Patung yang sangat berharga tiada duanya!" Si Tukang Kayu membual agar patungnya terjual.
Seorang penonton bertanya padanya keheranan. Ia berseru, "Hei Pak Penjual Patung! Jika memang patung ini begitu berharga dan membawa kekayaan bagi pemiliknya, kenapa kau jual patung ini?"
Si Tukang Kayu terdiam sejenak, tapi ia lalu menjawab dengan tangkas, "Bapak yang budiman! Aku menjual patung ini karena kepepet, sedangkan ia tidak bisa memberiku kekayaan dengan cepat."
Semua orang tertawa mendengar perkataannya. Semua orang berpikir, betapa pandainya pedagang patung ini membual.

Terjemah bebas dari The Seller of Images, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini : hati-hati mendengar rayuan, pikirkan masak-masak apa motifnya.