Halaman

Kenapa Aku Tidak Dapat Hidayah? Bag.2

Saya ingin bercerita tentang masa lalu, belum terlalu lama tapi sudah samar-samar dalam ingatan. Terlalu sayang untuk dibiarkan mengendap menjadi kerak. Menuliskannya membantu mengaduk isinya, mengapungkan memori itu ke permukaan, dan mudah-mudahan menjadi bermanfaat.  

Setting kejadiannya masih sama. Kami bertiga saja yang masih tertinggal dalam ruangan kantor yang padat terisi komputer kerja. Jam pulang kantor sudah lama terlewati, hari sudah menjelang malam. Rekan kerjaku, anak buahku yang gila kerja duduk manis bekerja di pojok ruangan, mendengarkan pertanyaan-pertanyaan yang seringkali aku jawab sendiri.
Topiknya kali ini adalah "Bagaimana nasib orang indian dan aborigin?" Sebenarnya aku mengurusi diriku sendiri saja belum becus, lalu apa urgensinya mengurusi nasib mereka? Tapi pertanyaan ini tiba-tiba mendesak-desak keluar dari kepalaku. Topiknya bukan tentang pembasmian suku indian di tanahnya sendiri (di abad yang lalu) oleh negara penjunjung hak asasi manusia nomor wahid, The United States of America. Bukan pula tentang pengucilan suku aborigin di negara tetangga, di Commonwealth of Australia. Mereka kaum yang diperlakukan semena-mena oleh suku yang lebih perkasa. Menderita ketidakadilan, tertindas semasa hidup di dunia.
Yang aku pertanyakan adalah, bagaimana nasib mereka setelah mati? Aku orang yang percaya adanya "sesuatu" setelah mati, setelah morts, muerto, morti, morto, dead, dood, tot! Sesudah jantung berhenti berdenyut, otak berhenti beraktivitas selamanya, aku yakin urusan masih belum selesai. Sungguh tidak masuk akal rasanya jika wafatnya seorang ustadz sama kualitasnya dengan matinya seorang maling. Aku percaya adanya balasan yang setimpal untuk apa yang kita lakukan selama hidup. Orang baik masuk surga, tidak baik masuk neraka. Aku percaya keadilan.
"Baik" itu, menurut aku, setali tiga uang dengan "taat aturan". Anak baik taat aturan orangtua, dan sebaliknya anak nakal adalah anak tidak taat aturan. Anak baik dapat hadiah, anak nakal dapat hukuman. Berbuat baik dapat pahala, berbuat tidak baik adalah dosa. Persoalannya adalah kita bisa saja berbuat "tidak baik" karena tidak tahu aturannya. Contoh : di negeri Iran, kita bisa bernasib apes jika mengacungkan jempol, karena di belahan dunia itu, acungan jempol berarti saru alias cabul. Padahal kita cuma mau bilang, "Kamu hebat!". 
Sekarang coba bayangkan satu kaum di sudut dunia, di tempat terpencil, negeri antah berantah yang tidak mengerti aturan, aturan Tuhan yang telah diajarkan kepada kita oleh orangtua kita, guru ngaji kita, para ustadz, para ulama, para nabi yang kita kenal. Nah, setelah mati mereka akan pergi ke mana? Tentu saja mereka adalah orang-orang yang "tidak taat aturan" karena tidak tahu aturannya. Sudah tentu mereka "tidak baik", dan orang yang tidak baik pada akhirnya akan tinggal di... neraka! Otak-atik logika, jungkir-balik rasio, dan kesimpulannya : "Dimana keadilan Tuhan!?"
Di malam itu, aku merenung. Aku benar- benar memerlukan hidayah.
Dan petunjuk ke jalan yang benar itu begitu saja terhampar di benakku. Sekarang aku paham. Aku paham kisah Ibrahim. Cerita zaman dahulu kala yang diabadikan dalam kitab suci. Kisah seorang anak yang bertanya pada bapaknya tentang Tuhan. Yang tidak bisa memperoleh jawaban dari sang ayah dan seluruh kaumnya. Lalu, ia sendiri yang melangkahkan kaki, menggunakan akalnya untuk mencari jawaban.
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata."
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin."   
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat."
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan."
"Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan."
Demikianlah. Kisah seorang anak manusia yang hidup di tengah masyarakat yang tidak tahu aturan Tuhan. Tapi tidak seperti yang lain, ia tidak menerima begitu saja aturan kaumnya. Aturan nenek moyang yang sudah berurat berakar. Ia melangkah sendiri mencari jawaban untuk pertanyaannya. Kisah yang abadi dalam kitab suci ini ternyata bukan hanya dongeng orang-orang terdahulu. Aku menyadari sekarang, ini adalah jawaban untuk pertanyaanku malam itu, jawaban untuk masa kini dan masa mendatang. Pasti ada "Ibrahim" yang lain dalam suku-suku, kaum-kaum yang terpencil, yang tersebar di sudut-sudut dunia yang jauh dari peradaban.
Inilah keadilan Tuhan. Siapa pun manusia, di mana pun ia berada, bagaimana pun keadaannya, selama mau menggunakan akalnya (anugerah yang Tuhan berikan untuk manusia) untuk memahami aturan Tuhan, maka ia pasti akan mendapatkan keadilan.
Malam itu, aku ucapkan di hadapan dua rekanku, "Sekarang aku mengerti." Bayangkan... umur sudah kepala tiga dan baru sekarang aku mengerti. Kemana aja? Where have you been, man!? Dengan pemahamanku yang terbatas, mungkin memang baru sekarang saatnya, semoga belum terlambat.
Mudah-mudahan pemahamanku ini tidak yang menyimpang dari jalan yang lurus. Mohon bimbing aku Tuhan!

Yang masih tertatih-tatih,
Raqim

Teruntuk almarhum ustadz Jeffry Al Buchori Modal bin M. Ismail Modal

"Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia, muliakanlah tempatnya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah dia dengan air, salju dan embun. Sucikanlah dia dari segala kesalahan sebagaimana pakaian disucikan dari najis. Gantikan untuknya rumah yang lebih baik dari rumahnya, gantikan untuknya keluarga yang lebih baik dari keluarganya, gantikan untuknya isteri yang lebih baik dari pasangannya. Masukkanlah ke dalam surga dan lindungilah dia dari azab kubur dan azab neraka."

Referensi :
http://www.alquran-indonesia.com
http://www.rumahfiqih.com
http://en.wikipedia.org  

Kembali ke halaman utama