Halaman

Pak Tani dan Burung Bangau

Sekarang awal musim penghujan. Pak Tani dengan gembira menabur benih di ladang jagung miliknya. Sudah saatnya ia kembali bercocok tanam. Tak jauh dari ladang, burung-burung bangau bergerombol. Menunggu Pak Tani lengah, mereka mencuri benih untuk dimakan. 
Pak Tani mencoba menakuti mereka. Ia membuat sebuah katapel dari batang kayu. Setiap hari ia berlari di sekeliling ladangnya, berteriak-teriak menakuti burung burung itu dengan mengayunkan katapel di atas kepalanya. Pada awalnya burung-burung itu terbang tinggi menghindari kejaran Pak Tani. Terbang jauh ke padang rumput jauh dari ladang. Tapi lama kelamaan timbul keberanian mereka. Mereka hanya terbang sebentar, pindah dari ujung ladang ke ujung ladang yang lain. Burung-burung itu tidak takut lagi pada Pak Tani, bahkan beberapa di antara mereka hanya diam saja dan terus mematuk benih.
"Pak Tani terlalu lamban untuk bisa menangkap kita. Yang dia lakukan berteriak ribut membuat bising. Kayu yang dia bawa juga sama sekali tidak bisa menyakiti kita," celoteh seekor burung pada kawannya.   
Pak Tani semakin kesal dengan tingkah laku burung-burung itu. Ia lalu mengumpulkan banyak batu sebesar kelereng, lalu mulai membidik mereka dengan katapelnya. Batu berdesing terlontar dari katapel. Satu demi satu burung bangau menjerit kesakitan terkena tembakan batu.
"Sekarang rasakan kerasnya batu-batu ini, bangau!" teriak Pak Tani. "Jika kalian tidak takut dengan suaraku, sebaiknya kalian takut dengan katapelku!"    

Terjemah bebas dari : The Farmer and the Cranes, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : jika nasehat saja tidak bisa menghentikan perbuatan buruk, maka pelakunya sangat layak mendapat hukuman.