Halaman

Ayam dan Mutiara

Hari ini seperti hari biasa di pertanian. Sebelum matahari terbit, ayam jantan sudah terbangun meregangkan badannya yang kaku setelah terlelap semalaman. Ia akan melakukan tugas hariannya, berkokok mengingatkan seluruh penghuni pertanian bahwa malam sudah berakhir. Sudah saatnya bangun pagi.
Pak Tani bangun dari ranjangnya yang sederhana. Setengah mengantuk, ia menuju sumur di belakang rumah, meraih timba dan menarik ember penuh berisi air. Wajahnya dibasuh dengan air sedingin es. Seketika kantuknya hilang, lalu dengan bersemangat Pak Tani bergegas menuju kandang ayam.
Segera diraihnya pintu kandang. Palang pintu dilepaskan dan pintunya dibiarkan terbuka lebar. Sudah saatnya ayam-ayam mencari makan sendiri di halaman.

Ayam-ayam betina berlompatan keluar kandang, anak-anak mereka berlarian mengikuti induknya. Bersuara, "Ciap! Ciap!" dengan ribut. Mengikuti di belakang mereka, si ayam jantan melangkah perlahan menuruni tangga kandang. Dadanya membusung, jenggernya berdiri tegak di atas kepalanya, ia tampak sangat gagah.  
Tak berapa lama mereka berpencar di halaman, masing-masing mengais tanah mencari cacing dan bulir padi.
Ayam jantan memilih mengais jerami di ujung halaman bersama beberapa ayam betina, lalu tiba-tiba sebuah benda berkilauan menarik perhatiannya. "Ho Ho! Itu untukku!" teriaknya girang. Cakarnya menyibakkan jerami yang menutupinya. Tak berapa lama sebuah benda bulat berwarna putih cemerlang menggelinding keluar dari jerami, sebutir mutiara besar yang amat indah!
Ayam jantan itu dengan sigap mematuk mutiara itu dan mencoba menelannya. Tapi dengan segera ia memuntahkannya.
"Bentukmu memang indah, tapi rasanya tidak enak!" kokok si ayam jantan. "Untukku, sebulir padi lebih berharga dari dirimu!"    

Terjemah bebas dari : The Cock and the Pearl, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini adalah : benda sederhana akan berharga jika kita bisa menghargainya, dan juga sebaliknya barang yang mewah bisa menjadi tidak berharga jika kita tidak bisa memanfaatkannya.