Dahulu kala ada seorang lelaki paruh baya yang memiliki dua istri. Istrinya yang kedua lebih muda dari istrinya yang pertama. Walaupun begitu mereka hidup rukun bahagia.
Tahun berganti, lelaki itu beranjak tua. Walaupun begitu kedua istrinya tetap mencintainya dan berharap suaminya tetap serasi dengan mereka. Sekarang uban mulai bermunculan di sela-sela rambut lelaki itu. Rambutnya yang tadinya hitam legam sedikit-sedikit bercampur rambut putih.
Istri muda tidak suka melihat uban di kepala suaminya. Ia ingin suaminya tetap terlihat muda sehingga mereka tetap terlihat sebagai pasangan yang serasi. Jika suaminya tidur beristirahat di malam hari, ia lalu duduk di sampingnya membawa sisir. Ia menyisir rapi rambut suaminya sambil mencabuti uban di kepalanya.
Istri yang tua juga ingin agar suaminya serasi dengannya. Ia senang melihat rambut suaminya yang tidak lagi hitam legam. Ia senang melihat rambut suaminya yang putih keabuan. Ia tidak ingin ia terlihat lebih tua dibandingkan suaminya. "Masa aku terlihat menikah dengan pria muda? Lebih buruk lagi bagaimana jika aku dikira ibunya!" demikian seru kata hatinya. Maka setiap pagi sebelum suaminya berangkat bekerja, ia berdiri menyisir rambutnya dan mencabuti rambut hitam di kepala suaminya.
Tak perlu waktu lama, suaminya menjadi botak. Pada malam hari rambut putihnya dicabut, pada pagi hari rambut hitamnya diambil. Ia duduk kebingungan di depan cermin, "Sejak kapan aku menjadi botak?"
Terjemah bebas dari The Man and His Two Wives, www.aesopfables.com
Pesan dari cerita ini : Menyerah pada kemauan semua orang, dan akhirnya kita tidak memiliki apapun untuk diserahkan.