Halaman

Pelancong dan Anjingnya

Seorang lelaki tinggal di sebuah rumah di pinggir kota. Ia senang berjalan-jalan keliling kota, apalagi pada sore hari. Ia suka berjalan santai di taman-taman kota yang rindang. Ia senang melihat-lihat barang-barang yang dipajang para pedagang di etalase toko-toko mereka. Ia menikmati duduk-duduk di warung kopi langganannya, bisa seharian ia duduk di sana menyeruput secangkir kopi. Dia bisa duduk berjam-jam berdiam di tukang cukur. Ia suka berjemur di pinggir sungai, melancong di sana bersama pelancong yang lain. Dan ia selalu bepergian bersama anjingnya yang setia.

Hari ini sudah waktunya ia pergi melancong lagi. "Cepat bersiap! Kita akan pergi," serunya pada anjingnya. Ia masuk ke kamar untuk berdandan rapi, bahkan terlalu necis untuk sekedar pergi melihat-lihat pasar. Tapi ini memang kebiasaannya untuk selalu bersolek. Lama ia berdiri mematut-matut dirinya di depan cermin. Bolak-balik memilih kemeja yang cocok untuk cerahnya cuaca hari ini. Ia harus berpikir keras untuk menentukan sepatu mana yang cocok dengan kemejanya. Ia harus memilih topi yang senada dengan warna saputangannya. Dan ia ingin mantelnya dikenakannya dengan sempurna. Selama itu anjingnya menunggu dengan sabar, tapi lama-kelamaan matanya terasa berat dan akhirnya ia tertidur pulas.
Akhirnya! Sempurna! Aku memang tampan! pikir si lelaki dengan hati senang. "Sudah saatnya kita pergi," ia berseru memanggil anjingnya, tapi anjingnya tidak datang menemuinya. "Kemana anjing itu? Aku bisa terlambat pergi hari ini!"
Dengan menghentakkan kaki tak sabar ia melangkah menuju pintu keluar dan ia menemukan anjingnya sedang berbaring terlentang di keset pintu.
"Di sini kamu rupanya! Dasar anjing malas! Ayo kita pergi! Kita sudah terlambat!" lelaki itu memarahi anjingnya.
Si anjing menggeliat, ia menguap lebar, merentangkan semua kakinya lalu berdiri. Ia menatap tuannya, matanya berkedip-kedip. "Tuan!" katanya, "aku sudah siap, malah aku sudah menunggu tuan dari tadi."

Terjemah bebas dari The Traveller and His Dog, www.aesopfables.com

Pesan dari cerita ini : yang lamban, jika terlambat, sering menyalahkan temannya yang lain.