Hari ini sudah waktunya ia pergi melancong lagi. "Cepat bersiap! Kita akan pergi," serunya pada anjingnya. Ia masuk ke kamar untuk berdandan rapi, bahkan terlalu necis untuk sekedar pergi melihat-lihat pasar. Tapi ini memang kebiasaannya untuk selalu bersolek. Lama ia berdiri mematut-matut dirinya di depan cermin. Bolak-balik memilih kemeja yang cocok untuk cerahnya cuaca hari ini. Ia harus berpikir keras untuk menentukan sepatu mana yang cocok dengan kemejanya. Ia harus memilih topi yang senada dengan warna saputangannya. Dan ia ingin mantelnya dikenakannya dengan sempurna. Selama itu anjingnya menunggu dengan sabar, tapi lama-kelamaan matanya terasa berat dan akhirnya ia tertidur pulas.
Akhirnya! Sempurna! Aku memang tampan! pikir si lelaki dengan hati senang. "Sudah saatnya kita pergi," ia berseru memanggil anjingnya, tapi anjingnya tidak datang menemuinya. "Kemana anjing itu? Aku bisa terlambat pergi hari ini!"
Dengan menghentakkan kaki tak sabar ia melangkah menuju pintu keluar dan ia menemukan anjingnya sedang berbaring terlentang di keset pintu.
"Di sini kamu rupanya! Dasar anjing malas! Ayo kita pergi! Kita sudah terlambat!" lelaki itu memarahi anjingnya.
Si anjing menggeliat, ia menguap lebar, merentangkan semua kakinya lalu berdiri. Ia menatap tuannya, matanya berkedip-kedip. "Tuan!" katanya, "aku sudah siap, malah aku sudah menunggu tuan dari tadi."
Terjemah bebas dari The Traveller and His Dog, www.aesopfables.com
Pesan dari cerita ini : yang lamban, jika terlambat, sering menyalahkan temannya yang lain.